Hembusan
napas panjang mengawalinya. Ia terluka. Sangat dalam. Tak ada kata keluar.
Hanya bibirnya yang bergetar. Ia merindu begitu lama. Sangat lama.
Jangan menungguku. Pergilah, kau akan hidup
dengan baik. Pergilah.
Lelaki
itu tak pernah kembali.
“Kau
tahu, seberapa pun lamanya kau menungguku, aku ..” ia menyembunyikan wajahnya, “Aku
.. bukan orang yang pantas.”
“Kau
menunggu orang yang salah. Tolong, jangan lakukan itu lagi. Kau tahu, itu
sangat menyakitkan. Pergilah, lepaskan aku seperti ketika kau hidup sendiri.
Menyepi. Bukankah itu lebih baik?”
Gadis
itu tercekat. Kata-katanya tak mau keluar. Ia kehilangan suara.
**
Suatu
hari, daisy menceritakan satu kisah. Ia menyulam perjalanan hati seorang gadis.
Apakah ada yang tak pantas dalam cinta?
Ketawa-ketiwi nggak jelas. Konyol. Aneh. Canggung. Lucu.
Nggak bisa dibilang penting. Dan pada akhirnya aku harus meralat kata-kataku. Maaf, abu-abumu kini memudar.
Tergantikan satu warna yang belum jelas. Tapi ya, setidaknya, puzzle itu tak
menggangguku lagi. Huahaha .. J
Terimakasih karena telah mengerti. Tapi sampai sekarang, aku
masih merasa ini sebuah lelucon. Tak mampu membuatku berhenti tertawa. Tentu
saja dalam hati. Mana mungkin tertawa di depan orang banyak? Mana mungkin? Hehe
...
“You bring me a new ... ... demografic,” ngutip Luke
Brandon. Ada yang ramai membicarakan tapi kau tetap tenang. Wow, kau ini orang
atau bukan? Tentu saja kau adalah manusia. Setidaknya aku masih mengakuinya.
Ini mungkin satu-satunya kisah terlucu dalam rentang waktu
lama. Mengalir saja dengan riak kecil yang menggelikan. Tak tertebak ke mana
arahnya. Hanya menerka-nerka dan membuatmu ingin tahu lebih.
I don’t want to place my heart on anything. I don’t care.
Itu yang hari ini mampu kucerna dari perasaan. Kau tahu, aku punya alasan dalam
tiap pemikiran dan keputusan. Ada alasan untuk setiap cerita.
Hari ini, kau telah memulai sebuah ... permainan baru
(lagi). Mari untuk beberapa waktu kita melupakan tumpukan buku kuliah. Tidak.
Tidak jadi. Jangan melupakan buku kuliah yang menjadi benang merah atas semua.
hwk ...
-curhatan nggak jelas setelah berjam-jam belajar inklusi
buat ujian :D
I
think I should write about this. Nggak tau kenapa dan untuk apa. Nggak ada
tugas dan niat bikin resensi film. Tapi yaa, ini bukan resensi resmi yang
dipajang di koran-koran. Cuman karena aku sering banget muter film itu jadi ..
yaa : this is it ! Baca dan jangan lupa nonton filmnya buat yang belum nonton.
Yang udah nonton, puter lagi filmnya.
Name
: Rebecca Bloomwood. Occupation : journalist. Jacket : Visa. Dress : Amex. Belt
: MasterCard. Bag : Gucci ! It’s magic and i got 1 % discount.
That’s
that. Si tokoh utama yang berambut blonde nih diceritaken sangat fashionistaa!
“You’re fashionista!!” inget logatnya gumiho. Haha ..
Rebecca
ato yang biasa disebut Becky nih kerja di sebuah perusahaan majalah
agricultura. Mungkin di tanah air, kayak Trubus gitu lhah ya. Dan tibalah
kesempatan emas dateng. Singkat cerita, pas dia mau wawancara di Alette Magz, dia
nemuin green scarf yang lagi dipajang di toko. Selendang warna ijo itu
digantungin di patung buat majang (lupa namanya). Naah, di sinilah hati Rebecca
goyah. Ia jelas inget punya banyak hutang kartu kredit yang jumlahnya ‘wow’.
Tapi hatinya telanjur jatuh cinta sama that green scarf.
Satu
kalimat yang nggak bisa aku lupain pas scene ini adalah :
“The
point about this scarf is ... ini akan menjadi bagian dari pendefinisian
dirimu.”
Keliatan
kan, si Rebecca ini melihat pakaian sebagai bentuk pendefinisian diri. Dari
kacamataku sih, hal itu nggak salah selama nggak ada pihak-pihak yang dirugiin.
Meanwhile, nggak akan jadi pendefinisian diri kalo itu sampe membuat orang
menderita karena hutang. Justru, pakaian akan menceritakan betapa borosnya si
pemilik pakaian itu.
Tapi
sayang, jabatan columnist di Alette udah diisi sama ratu kaki laba-laba Alicia
Billington. Kenapa kaki laba-laba? Ya, karena kakinya panjang banget, kata si
Rebecca. Di sini sih sebenernya Rebecca ngiri aja, kan dia punyanya kaki
manusia, bukan kaki laba-laba. Hwk ..
Si
resepsionist yang jaga di Alette nih menurutku orang yang paling berjasa dalam
jalan hidup Rebecca. Dia ngasih tahu kalo hari itu ada wawancara juga di
Succesful Saving, sebuah majalah keuangan yang masih satu keluarga dengan
Alette. Keluarga majalah tuh disebutnya Dantay West.
Di
sini terjadi kebetulan yang sering nongol di romantic movie. Padahal menurutku
sih ini lebih ke ‘funny movie’ :D Ya, dia ketemu Luke Brandon, seorang editor
di Succesful saving yang minjemin dia uang di warung hotdog buat beli
greenscarf yang tadi. Mereka saling sapa dan wawancara dimulai.
Si
Rebecca yang nggak ngerti tentang keuangan nyontek jawaban pertanyaan dari
koran aja salah. Fiscal Crisis and then read to be Fish Crisis :D empat jempol
deh ya buat si Becky ini. pada akhirnya, di Succesful Saving Rebecca ditolak.
Pas nyampe kantor majalah agriculturanya, ternyata kantornya nih bangkrut. Dan
... yap! Rebecca is now with no job. Excellent! Suze, sahabatnya, nyaranin
supaya Rebecca nulis artikel aja trus dikirim ke Alette. Dan satu surat lagi
Rebecca tulis buat Luke Brandon, isinya ya ungkapan kekesalannya karena nggak
diterima kerja di Succesful Saving. Dan di sini nasib bicara ... TARRRAA!!!
Suratnya ketuker :D Pfiuhhh ..
Nasib
ternyata nggak kemana. Rebecca diterima magang di Succesful Saving. Dia nulis
artikel tentang investasi dan di situ dia putusin pake nama pena : Girl with
The Green Scarf. What a nice name J
!
“Kau
belanja di diskon 10 % jaket cashmere. Saat pertama kau melihat jaketnya, itu
akan membuatmu merasa menjadi teman baiknya. Sampai kau melihat lebih dekat dan
sadar kalau itu bukan cashmere asli.”
Mungkin
bagi pembaca, artikel itu bernada konotatif. Menggambarkan betapa pentingnya
mengecek investasi yang telah dilakukan. Tapi nyatanya, jelas itu artikel
bermakna denotatif buat Rebecca. Sebelum nulis artikel itu, dia belanja di
Sale, dan dapet Puccini Boots yang harusnya bahannya cashmere tapi ternyata 95
% acrylic. Nona Rebecca jelas ketipu.
Setelah
itu nasib baik dateng ke dia. Mulai dari Luke yang jelas menyukainya. Alette
yang nawarin perkerjaan buat dia. Nhah yang jadi blower-up di sini adalah satu
tokoh penagih hutang bernama Derek Smeath. Derek Smeath ini ngikutin Rebecca ke
kantor dan nagih hutangnya. Tapi Rebecca selalu lolos.
Pas
di TV show, Rebecca didampingi Luke Brandon tampil dalam suatu talk-show
tentang keuangan. Dan ketika ada sesi tanya jawab dengan penonton di studio,
Derek Smeath memanfaatkan itu untuk membongkar sisi gelap dari Rebecca.
“I
have a trouble with ‘hutang’.”
“What’s
it? Hutang hipotek? Hutang mobil?”
“Hutang
Miss Bloomwood!”
Setelah
dipermalukan, Rebecca akhirnya sadar bukan kehidupan macam itu yang ia ingin
dapatkan. Apalagi pewaris Dantay West, Luke Brandon, kecewa berat karena telah
dibohongi.
“What’s
going on? What’s really going on with you?” tanya Luke pada Rebecca.
“I’m
shopping. Just shopping,” jawabnya.
“And
then, how’s about the honesty? About credibility?” Luke akhirnya pergi.
Setelah
merenung dan memikirkan segalanya baik-baik, Rebecca mengerti bahwa ia harus
mengubah suatu culture yang sudah lama melekat dalam dirinya. Ini jelas susah.
Jika kau punya hobi menyanyi dan kau dilarang menyanyi, apa yang bisa dibilang?
Tapi perubahan jelas dibutuhkan oleh Rebecca. Hobi keluar masuk toko dan beli
barang-barang sampe membuat kreditnya membengkak jelas bukan hobi yang positif.
Ya, Miss Bloomwood mengadakan sale. Ia menjual semua koleksi baju, sepatu, tas,
topi, aksesoris, dan satu benda paling keramat .. apalagi kalau bukan
‘selendang hijau pembawa cinta’.
Seorang
wanita berbaju pink menawar scarf itu dengan harga 300 dollars. And finally
it’s sold. Ternyata penawar di telepon yang nyuruh beli scarf itu adalah Luke.
Ya, Luke Brandon. Pangeran yang pernah ngilang itu balik lagi dan menutup kisah
indah Rebecca Bloomwood dengan senyuman.
Kutipan
yang paling aku suka dari Luke adalah pas dia bilang gini : “Rebecca Bloomwood
telah berubah, tapi tidak dengan ‘gadis berselendang hijau’,” ucapnya objektif.
Satu
kutipan lucu dari Luke pas dia ngomong ke Rebecca : “You bring a new ... ...
demografic.” Demografic?? =.=a
Name
: Rebecca Bloomwood. Occupation : I’m a columnist in Luke’s magazine.